Oleh Zainul Akmal, S.H., M.H.
(Dosen Ilmu Hukum dan Penggerak GUSDURian Riau-Kepri)
Pekanbaru, beritaaksiterkini.com - Khariq Anhar harus dibebaskan atas nama hukum berkeadilan. Penangkapan Khariq diduga secara sewenang-wenang, tidak sah dan melanggar HAM. Sejauh ini, ada tujuh temuan dugaan kesalahan kepolisian dalam penangkapan Khariq, sebagai berikut:
1. Tidak ada Surat Tugas Penangkapan;
2. Tidak ada Surat Perintah Penangkapan;
3. Pada saat ditangkap oleh kepolisian, dilakukan disertai dengan penyiksaan (dipiting, dipaksa, dipukul);
4. Pada saat pemeriksaan awal Khariq dalam keadaan tidak sehat;
5. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Khariq awal tidak didampingi penasihat hukum secara menyeluruh, banyak hal keterangan yang diambil tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga ditolak dan di BAP ulang;
6. Khariq sebelumnya tidak pernah dipanggil dan diperiksa untuk diambil keterangannya dalam perkara yang dihadapinya dalam proses penyelidikan; dan
7. Surat penangkapan dan penahanan baru diberikan setelah khariq ditangkap dan diTahan.
Penangkapan Khariq dilakukan secara sewenang-wenang disertai penyiksaan yang merupakan bentuk pelanggaran HAM. Padahal setiap orang telah dijamin haknya dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), Pasal 33 “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan… “ dan Pasal 34 “Setiap orang tidak boleh ditangkap,...secara sewenang-wenang”.
Negara Hukum Indonesia menganut asas praduga tidak bersalah dalam penegakan hukum, sehingga setiap orang tidak bisa dinyatakan bersalah sebelum diputuskan oleh Pengadilan. UU HAM Pasal 18 ayat (1) “Setiap orang yang ditangkap,...karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah,...”. Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman), Pasal 8 ayat (1) “Setiap orang yang disangka, ditangkap,...wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
UU Kekuasaan Kehakiman juga menganut Asas Perintah Tertulis, yaitu segala sesuatu hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai Undang-Undang. Pasal 7 “Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, kecuali atas perintah tertulis dari kekuasaan yang sah…”. Oleh sebab itu, prosedur penangkapan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 18 ayat (1) “Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan…”.
Dalam hal suatu perbuatan tidak tertangkap tangan, polisi dalam melaksanakan tugasnya harus mengikuti prosedur yang telah diatur dalam KUHAP dan mengedepankan Asas Perintah tertulis, serta asas praduga tidak bersalah. Polisi harus humanis dalam menegakkan hukum, sebab Polisi memiliki kewajiban dalam menghormati, melindungi dan memenuhi hak seseorang.
Rakyat bukan musuh Polisi. Kehadiran Polisi sebagai alat negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak rakyat. Sesuai dengan teori HAM & kontrak sosial, terkait pembentukan negara, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk oleh rakyat melalui kesepakatan para pendahulu, dengan memiliki tujuan bersama melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia sebagaimana dijelaskan pada pembukaan UUD 1945.
Oleh sebab itu, negara harus melindungi Khariq sebagai putra terbaik bangsa dan bertumpah darah Indonesia. Bukan hanya memiliki kecerdasan, namun juga kepedulian terhadap bangsa. Banyak orang yang cerdas, namun belum tentu memiliki kepedulian terhadap bangsa. Instansi Kepolisian harus berbenah diri dalam proses penegakan hukum. Tindakan yang korup akan berdampak terhadap sudut pandang rakyat kepada instansi Kepolisian.
Tags:
Pekanbaru