Trending

Aliansi Masyarakat Riau Peduli Keadilan Desak PTUN Pekanbaru Transparan Terkait Dugaan Kasus Mafia Tanah


 
PEKANBARU – Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Riau Peduli Keadilan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru, Rabu (12/11/2025) pagi. Mereka menuntut keadilan atas dugaan praktik mafia tanah yang disebut merugikan masyarakat dan keluarga H. Masrul terkait sengketa lahan seluas 49 hektare di kawasan Arifin Ahmad, Pekanbaru.

Aksi ini menjadi sorotan publik setelah para demonstran menilai adanya kejanggalan dalam proses hukum peninjauan kembali (PK) atas perkara tersebut. Massa menuding, terdapat indikasi persekongkolan antara oknum pejabat PTUN, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Mahkamah Agung (MA) dalam proses hukum yang dinilai cacat prosedur.

“Kami meminta Ketua PTUN Pekanbaru menjelaskan secara terbuka alasan meloloskan PK yang kami anggap bermasalah. Di kasus serupa di Surabaya, PK ditolak, kenapa di Riau justru diloloskan? tegas Jasril, Koordinator Aliansi Masyarakat Riau Peduli Keadilan, dalam orasinya di hadapan massa aksi. 

Menurut Jasril, keputusan PK yang diloloskan tersebut tidak sejalan dengan Pasal 132 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 24 Tahun 2024. Ia menilai, PTUN Pekanbaru seolah bertindak di luar kewenangan hukum.


Orator aksi lainnya, Wisnu, mengungkapkan kekecewaannya terhadap lembaga peradilan yang dianggap tidak konsisten dalam menegakkan hukum.

“Kami sudah inkrah dan punya putusan pengadilan, namun kok bisa PTUN Pekanbaru meloloskan PK dari pihak perusahaan untuk dilanjutkan ke Mahkamah Agung. Ini sudah jelas melanggar Pasal 132 ayat (1) dan PMK Nomor 24 Tahun 2024” ujarnya lantang.

Wisnu menyebut, masa peninjauan kembali yang dilakukan pihak lawan bahkan sudah kadaluarsa, mengingat putusan inkrah telah keluar sejak Desember 2024, sedangkan permohonan PK baru diajukan Juli 2025.

“Hasilnya demontrasi kami hari ini tidak memuaskan. Mereka tidak mau dikritik dan merasa selalu benar. Jawaban yang kami dapat seolah-olah PTUN ini otoriter dan tidak berpihak kepada rakyat,” lanjutnya.


Ia menambahkan, pihak kepolisian sempat menyarankan agar aliansi mengajukan surat audiensi kepada pihak PTUN. Namun, jika hal tersebut tidak diindahkan, massa mengancam akan berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan langsung aspirasi mereka kepada Presiden Prabowo Subianto dan Kejaksaan Agung RI.

"Kami dianjurkan oleh kapolsek untuk mengajukan surat audiensi. Jika audiensi ini tidak diindahkan, maka biarkan kami menghadap langsung kepada Bapak Presiden di Jakarta dan juga ke kejaksaan agung."

Kekecewaan serupa juga diungkapkan oleh Hendra, salah satu massa aksi. Ia menuturkan bahwa mereka sebenarnya telah memenangkan perkara di PTUN dan bahkan sudah menerima surat eksekusi. Namun, pelaksanaan eksekusi tersebut terus diulur tanpa alasan jelas.


“Kami sudah menang dan keluar surat eksekusi, tapi tidak pernah dijalankan. Malah kami dapat surat pembatalan sertifikat, dan anehnya lagi, muncul PK dari pihak perusahaan yang justru diloloskan PTUN. Ada apa sebenarnya?” ujar Hendra dengan nada geram.

Hendra menambahkan, pihaknya bahkan telah memberikan referensi kasus serupa di Surabaya dalam lampiran laporan yang diajukan, di mana permohonan PK oleh BPN ditolak oleh pengadilan karena dianggap tidak sesuai ketentuan hukum.

“Tapi di Pekanbaru malah diterima. Putusannya keluar 21 Juli, tapi kami baru diberi tahu 20 September. Tiga bulan baru dikasih tahu! Ini sudah menyalahi prosedur,” tegasnya.

Dalam tuntutannya, massa juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung RI untuk turun tangan mengusut dugaan keterlibatan oknum aparat dalam kasus ini.

“Kami tidak ingin hukum di negeri ini dipermainkan oleh mafia peradilan. Jika lembaga peradilan ikut bermain, ke mana lagi rakyat mencari keadilan?” ujar Wisnu.

Aliansi menilai, praktik mafia tanah di Riau sudah masuk tahap mengkhawatirkan dan perlu tindakan tegas dari pemerintah pusat. Mereka juga menyerukan agar Presiden Prabowo segera membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Tanah yang bekerja secara independen dan transparan.

“Kami ingin Bumi Lancang Kuning bebas dari mafia hukum dan mafia tanah,” pungkas Jasril.
Lebih baru Lebih lama