Kampar, Riau – Dugaan penggunaan lahan ilegal di kawasan hutan lindung, oleh PT. Wasundari Indah terus menjadi perhatian utama masyarakat dan aktivis lingkungan. Berdasarkan hasil telaah status kawasan hutan yang dilakukan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah XIX Pekanbaru, terungkap adanya ketidaksesuaian signifikan antara Hak Guna Usaha (HGU) yang diklaim perusahaan dengan kondisi lahan yang sebenarnya. Telaah ini didasarkan pada sejumlah dokumen resmi, seperti Peta Kawasan Hutan Provinsi Riau skala 1:250.000, Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Riau hingga tahun 2020 skala 1:250.000, serta Data Indikasi Geospasial Terpadu (IGT) Kawasan Provinsi Riau periode Juli 2024. Temuan ini menunjukkan bahwa aktivitas perusahaan tersebut berpotensi melanggar regulasi kehutanan yang berlaku.
Dari enam titik koordinat yang diteliti dalam kawasan tersebut, empat titik ternyata berada di Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK), sementara dua titik lainnya masuk dalam kategori Areal Penggunaan Lain (APL). Namun, investigasi lebih lanjut mengungkap fakta mencolok: PT. Wasundari Indah tidak memiliki Surat Izin HGU yang sah untuk lahan HPK yang telah dikonversi, khususnya di wilayah S. Pagadaran-Sungai Kampar. Hal ini diperkuat oleh Surat Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan No. S.195/BPKHTL.XIX/PPKH/PLA.4.1/B/2/2025, yang menyatakan adanya indikasi pelanggaran serius. Ketidakpatuhan terhadap aturan ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan tentang legalitas operasi perusahaan, tetapi juga membuka peluang kerusakan lingkungan yang lebih luas di kawasan hutan lindung tersebut.
Temuan ini memicu reaksi keras dari Konsolidasi Mahasiswa Pemuda Provinsi Riau (KOMPOR), yang segera mengambil sikap tegas. Mereka menyoroti kurangnya transparansi dari PT. Wasundari Indah terkait status penggunaan lahan yang diduga ilegal. “Kami menuntut perusahaan untuk segera mengklarifikasi status izin mereka dan membuka semua dokumen terkait kepada publik. Jika mereka memang taat hukum, tidak ada alasan untuk menyembunyikan informasi,” kata Shalwan Barry, Kepala Departemen Kajian Isu & Advokasi Kompor dalam sebuah pernyataan resmi. KOMPOR menegaskan bahwa hutan lindung merupakan aset vital yang harus dijaga, dan eksploitasi tanpa izin yang sah adalah ancaman serius terhadap kelestarian alam dan hak masyarakat adat di sekitar kawasan tersebut.
Tidak puas dengan sekadar menyuarakan kritik, KOMPOR juga menyatakan komitmen mereka yang akan mengambil langkah lebih jauh jika PT. Wasundari Indah tidak memberikan tanggapan yang memadai. “Kami tidak akan tinggal diam. Jika perusahaan terus menghindari tanggung jawab, kami siap menggelar aksi demonstrasi, mengajukan advokasi hukum, atau bahkan meluncurkan kampanye publik untuk menekan pihak terkait. Kemarin kami sudah melayangkan surat audiensi klarifikasi, namun tidak ada tanggapan. Tentunya itu semua menambah dugaan kami,” tegas Barry. Pernyataan ini mencerminkan tingginya kepedulian generasi muda terhadap isu lingkungan, sekaligus menjadi sinyal kuat kepada perusahaan dan pemerintah bahwa isu ini tidak akan dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Tekanan ini juga diharapkan mendorong pengawasan yang lebih ketat terhadap aktivitas perusahaan di kawasan sensitif seperti hutan lindung.
Lebih dari sekadar masalah legalitas, dugaan pelanggaran ini membawa konsekuensi serius terhadap lingkungan dan sosial. Kawasan hutan lindung Wasundari di Riau memainkan peran krusial dalam menjaga stabilitas ekosistem, seperti pencegahan banjir, pengendalian erosi tanah, dan pelestarian keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, KOMPOR mendesak pemerintah untuk segera bertindak tegas, tidak hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk memastikan bahwa kerusakan lingkungan dapat dicegah sebelum terlambat.