![]() |
kantor lurah Tangkerang Barat |
Pekanbaru- beritaaksiterkini.com -, Kekecewaan dirasakan dirasakan warga Jalan Pias, Kelurahan Tangkerang Barat, Marpoyan Damai. Pasalnya, keinginan mereka mengurus surat tanah tidak dilayani pihak kelurahan. Namun penolakan itu dinilai tidak disertai dengan keterangan yang jelas.
Karena itu, warga berniat melaporkan pihak kelurahan ke instansi terkait. Selain pihak Ombudsman, hal itu juga akan dilaporkan hingga Kejaksaan Agung RI.
Seperti dituturkan Doni, dirinya bersama warga lainnya Afriadi Andika, mendatangi Kantor Lurah Tangkerang Barat pada Jumat pekan kemarin.
“Kedatangan kami adalah untuk mengurus sporadik lahan kami di Jalan Pias,” tuturnya, Ahad (27/5/2025).
Untuk diketahui, sporadik adakah surat yang menyatakan status penguasaan dan sejarah tanah. Selain itu, sporadik juga merupakan dokumen pendukung dalam permohonan sertifikat tanah non sertifikat (SKGR).
Namun respons yang diterima dari pihak kelurahan, dirasakan sangat mengecewakan. Pasalnya, Kasi Tapem Kelurahan Tangkerang Barat, mengatakan pihaknya tidak bisa melayani permintaan itu. Alasannya, pihak Kelurahan Tangkerang Barat hanya bisa melayani untuk pengurusan surat tanah untuk tahun 2003 ke atas, sesuai dengan berdirinya Kecamatan Marpoyan Damai.
Namun yang membuat dirinya bertanya-tanya adalah pengakuan pejabat yang bersangkutan bahwa pada lahan milik keluarganya itu ada sertifikat hak milik atas nama pihak lain.
Hal itu juga dipertanyakan Afriadi Andika, yang juga praktisi hukum di Pekanbaru.
“Kami juga heran, karena ketika kami tanya tentang riwayat lahan, yang bersangkutan mengatakan tidak memilikinya. Bila ada yang menanyakan hal itu, yang berwenang adalah lurah,” tuturnya.
Andika menilai, sikap yang bersangkutan tidak mencerminkan bagaimana seharusnya aparatur pemerintahan bertugas melayani masyarakat.
Ditambahkannya, sesuai PP Nomor. 24 Tahun 1997, jika ada desa atau kelurahan yang menolak memberikan surat sporadik tanpa alasan yang sah, termasuk menghambat hak konstitusi warga negara dan potensi pelanggaran administratif atau pidana.
Selain itu, dalam.PP tersebut diterangkan, pihak yang berhak mengajukan permohonan sertifikat hak tanah adalah pihak yang memiliki SKGR serta menguasai fisik tanah selama. 20 tahun dan membayar PBB secara rutin.
“Saya telah menetap di sini sejak tahun 1989 lalu, saat saya masih anak-anak sampai sekarang,” ungkap Doni.
Selama ini, tidak pernah ada pihak yang ngaku-ngaku sebagai pemilik lahan. Karena itu, informasi tersebut membuat pihaknya bertanya-tanya. Namun sikap pihak kelurahan malah terkesan menutup-nutupi.
Hal senada juga dilontarkan Afriadi Andika. Ia bersama keluarga telah menetap di lahan itu sejak tahun 1999 lalu. Selama ini, puluhan KK yang menetap di sana hidup dengan tenang.
“Kabar ini tentu kami pertanyakan keabsahannya. Namun karena sikap pihak kelurahan seperti itu, kami akan melaporkan hal ini kepada pihak terkait. Mukai Ombudsman hingga Kejaksaan Agung RI,” ujarnya lagi.
Pihaknya berharap, setelah pelaporan tersebut, akan ada respons untuk menanggapi keluhan masyarakat.
Andika mengaku khawatir, klaim lahan dari pihak lain di atas lahan yang kini dihuni puluhan kepala keluarga tersebut, diduga terkait dengan permainan mafia tanah.
Sehingga pihaknya menilai, hal ini harus dipastikan duduk tegaknya, hingga pasti sesuai aturan yang berlaku. ***
Sumber: goriau.com